7 Jenis Obat-Obatan Yang Dapat Memicu Terjadinya Depresi Saat Dikonsumsi Terus-menerus

Mengonsumsi obat-obatan adalah salah satu cara terbaik yang dipilih jika masalah kesehatan yang dialami tidak kunjung membaik dengan berbagai macam strategi penyembuhan yang telah dilakukan sebelumnya. Namun penggunaan obat-obatan ini juga memiliki efek samping bagi Kesehatan kita semua jika di konsumsi dalam waktu yang cukup lama. Biasanya efek samping yang akan dialami itu kecil, namun untuk beberapa kasus efek yang ditimbulkan bisa menjadi lebih serius. 

Beberapa jenis obat-obatan yang dikonsumsi bahkan dapat menyebabkan depresi, dan hal ini dapat terjadi meskipun kamu tidak memiliki risiko dan bahkan riwayat gangguan mental sebelumnya. Dan bahayanya adalah hampir sebagain besar pengguna dan penyedia layanan Kesehatan yang ada mungkin tidak menyadari resiko ini dapat terjadi. 

Para peneliti menemukan bahwa lebih dari 200 jenis obat-obatan  yang umum digunakan memiliki efek samping berupa depresi dan resiko bunuh diri yang terdaftar sebagai efek samping yang potensial. Tetapi karena kebanyakan dari obat-obatan ini termaksud dalam jenis kontrasepsi hormonal, obat hipertens dan jantung, antasida dan obat penghilang rasa sakit, sehingga obat-obatan ini tetap diresepkan meskipun bukan untuk tujuan yang terkait dengan masalah Kesehatan mental. 

Berikut ini adalah beberapa jenis obat-obatan umum yang digunakan dan biasanya dihubungkan dengan terjadinya depresi. Adapun jenis obat-obatannya sebagai berikut: 

Beta blocker

Salah satu beta blocker yang sering diresepkan untuk mengobati hipertensi, meredakan nyeri dada, kontraksi jantung yang tidak teratur, migrain, tremor dan bahkan penyakit glukoma yaitu “metoprolol”. Secara umum beta blocker digunakan dalam jangka panjang untuk mengobati penyakit hipertensi, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan beta blocker dalam jangka panajang untuk mengatasi hipertensi dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi. 

Kabar baiknya adalah terdapat alternatif lain yang dapat digunakan selain penggunaan beta blocker, dan saat ini beta blocker sudah tidak sering digunakan lagi. 

Kortikosteroid 

Jenis kortikosteroid seperti “prednisone” banyak digunakan untuk mengobati berbagai penyakit tertentu seperti penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritis, penyakit lupus, asma, alergi dan bahkan penyakit kanker, ternyata memiliki efek samping terhadap kondisi mental penggunanya. 

“Dr. Nathan, MD, seorang presiden terpilih dari Illinois Psychiatric Society dan asisten profesor psikiatri di klinis University of Illinois Chicago mengatakan bahwa penggunaan kortikosteroid dalam jangka panjang dapat dikaitkan dengan berbagai macam jenis masalah kejiwaan baik itu seperti depresi, kecemasan maupun masalah psikosis.”

Euphoria dan mania adalah salah satu jenis efek samping yang ditimbulkan saat menggunakan kortikosteroid dalam jangka pendek sementara deprsi lebih cenderung terhadap penggunaan kortikosteroid dalam jangka panjang, meskipun dosis obat yang digunakan tidak besar. 

Dan risiko ini akan semakin meningkat jika pengguna kortikosteroid memiliki riwayat keluarga dengan depresi dan alkoholisme sebelumnya. 

Antibiotik 

Tidak semua penggunaan antibiotic dihubungkan dengan depresi, namun ada beberapa jenis antibiotic seperti  levofloxacin dan ciprofloxacin sangat berkontribusi untuk meningkatkan depresi pada penggunanya jika dikonsumsi dalam jangka panjang. Kedua jenis antibiotic ini termaksud dalam keluarga antibiotic yang biasa dikenal sebagai fluoroquinolones dan banyak diresepkan untuk berbagai macam jenis penyakit akibat infeksi bakteri. 

Interferon 

Secara umum sekitar 40% pasien yang diobati dengan menggunakan interferon mengalami depresi secara nyata. Biasanya obat interferon ini digunakan untuk mengobati pasien dengan penyakit kanker maupun penyakit akibat infeksi virus, salah satunya yaitu hepatitis C. 

Depresi biasanya dialami selama masa pengobatan, namun depresi ini akan hilang kembali setelah masa pengobatan selesai. Tetapi suatu penelitian menunjukkan bahwa depresi yang ditimbulkan setelah penggunaan interferon dapat kembali sewaktu-waktu. 

Mengingat penggunaan interferon ini untuk menangani penyakit-penyakit berat yang dapat mengancam nyawa, maka biasanya dalam masa pengobatan pasien akan diberikan obat antidepresan untuk menangani efek samping dari penggunaan obat. Dan berdasarkan penelitian bahwa inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) dan antidepresan laiinya dapat mengurangi depresi yang dialami pasien selama mengonsumsi interfereon hingga 85%.

Antikonvulsan 

Terdapat beberapa laporan yang menemukan bahwa penggunaan obat antikonvulsan atau obat anti kejang seperti topiramate dan gabapentin dapat menyebabkan terjadinya depresi. Hal ini tidak lain dan tidak bukan karena obat anti konvulsan dapat menekan sistem saraf pusat (SSP) secara langsung. Dan kita telah ketahui bersama bahwa obat-obatan yang merupakan depresan saraf pusat dapat menyebabkan terjadinya depresi. 

Selain itu obat-obatan seperti Benzodiazepin yang merupakan golongan obat anti kecemasan juga merupakan depresan bagi sistem saraf pusat dan juga sering dikaitkan dengan terjadinya depresi. Namun depresi yang yang ditimbulkan akibat penggunaan obat-obatan jenis ini akan hilang dengan sendirinya setelah pengobatan selesai 

Opoid 

Opoid yang merupakan obat penghilang rasa sakit yang banyak menyebabkan krisis Kesehatan di dalam sejarah amerika serikat ini memiliki peran penting dalam meningkatkan terjadinya resiko depresi.  Sebuah studi menemukan bahwa resiko depresi pada orang yang belum pernah mengonsumsi opoid akan meningkat saat mereka mengonsumsinya, dan akan mulai terasa sekitar 30 hari setelah mengonsumsi obat opoid ini. 

KB hormonal 

Beberapa penelitian menemukan bahwa penggunaan alat kontrasepsi populer seperti pil KB, patch, cincin vagina, dan IUD hormonal dapat miningkatkan terjadinya depresi. Hal ini disebabkan oleh perubahan hormonal saat penggunaan obat-obatan ini, seperti penurunan hormone testosterone dan peningkatan hormone progesterone yang sering dikaitkan dengan peningkatan resiko ini. 

Namun sebuah penelitian baru-baru ini yang diterbitkan oleh Contraception menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang berarti antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan terjadinya depresi. Hal ini didukung dengan sebuah penelitian yang diterbitkan oleh menopause  menyatakan bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal dapat melindungi wanita dari depresi di masa yang akan datang. 

Demikian 7 obat-obatan yang jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang dapat meningkatkan terjadinya risiko depresi. Semoga bermanfaat dan mudah dipahami, sekian dan terimakasih...


Penulis & Editor : Hafizs Nasirun. S.Kep., Ns



Post a Comment for "7 Jenis Obat-Obatan Yang Dapat Memicu Terjadinya Depresi Saat Dikonsumsi Terus-menerus "